Ketika
pergerakan kehidupan diwarnai oleh berbagai macam sifat dan tingkah laku
seseorang dalam berdinamika menyusuri proses kehidupan, ketika setiap
paradigma, prinsip hidup, naluri, sipat dan sikap diinterpretasikan dalam
berbagai bentuk pergerakan baik pergerakan perjuangan, kemanusiaan,
kerohanian, maupun pengetahuan, maka
saat itu pula setiap orang akan menyusuri pengamatan dalam proses pencarian
kebutuhan akan teman sejati seperjuangan dan saat itulah teman kepercayaan dan
teman yang tulus dibutuhkan.
Dalam lipatan
pemikiran, telah menjadi paradigma umum bahwa setiap manusia membutuhkan
manusia yang lain sebagai tampat curahan hati, sebagai tempat menaruhkan
kepercayaan, sebagai tempat barbagi rasionalitas, sebagai tempat menyamakan
langkah pergerakan, sebagai tempat berbagi kenikmatan akan suka dan dukanya
kehidupan tetapi sungguh terdapat kekeliruan oleh kebanyakan manusia dalam
proses pengambilan penilaian akan sosok keidealan manusia yang sejatinya “tulus”.
Bagi manusia
yang mempunyai hati dan pikiran, menjadi dilematis ditengah padatnya manusia
apatis ditangah padatnya manusia dehumanis ketika hati berlorong perasaan
selalu membutuhkan ketulusan akan indahnya persahabatan berbalut ketulusan yang
masih dalam pencarian.
Adalah sebuah
pengamatan kehidupan bahwa sejatinya orang yang tulus bukanlah orang yang so’
sibuk, bukanlah orang yang berdedikasi, bukanlah orang yang mahir dalam
pergerakan, bukanlah orang yang berintelektualitas, bukanlah orang yang
terkenal, bukanlah orang yang selalu menjaga citra dan image diri,
bukanlah orang yang menjadi kebanggaan, bukanlah orang yang terkagumi, bukanlah
orang yang populer. Bukan! Bukan! Bukan! Bukanlah mereka sejatinya orang yang
tulus. Meskipun telah banyak orang-orang yang ingin menggapai seperti mereka
tetapi sekali lagi saya tegaskan bukanlah mereka sejatinya orang yang tulus.
Betapapun
banyaknya yang bersikeras bahwa orang-orang seperti merekalah yang selalu
menjadi rujukan fokus pencarian peneman kehidupan, dan dikala teman-teman tetap
bersikeras tentang hal itu, disini saya akan menyodorkan tantangan bagi
teman-teman, beranikah teman-teman menjadi penjamin bahwa ketulusan mereka terhadap
orang-orang sekitar mereka adalah ketulusan yang murni, adalah ketulusan yang
tetap, adalah ketulusan yang penuh, adalah ketulusan yang tidak akan hilang,
ataukah ketulusan mereka hanya sesaat, tidak menetap, ketulusan mereka hanya
citra dan image diri mereka atau bahkan ketulusan mereka hanya settingan
belaka karena ketidakinginan menyinggung hati dan perasaan orang lain, beranikah
teman-teman manjamin akan hal itu.
Perlu
teman-teman ketahui bahwa kadang kala kesibukan merekalah yang memburam dan
mengkaburkan ketulusan mereka terhadap orang-orang sekitar dan memang sudah
rutinitas kesibukan mereka yang berlarut sehingga tidak sepenuhnyalah ketulusan
yang mereka punya dicurahkan untuk orang-orang sekitar mereka. Mereka terlalu
sibuk sehingga bukan perhatian dan fokus utama mereka untuk mengetahui keadaan
orang-orang sekitar mereka khususnya keadaan seseorang yang menganggap mereka
istimewa dan keadaan seseorang yang menaruhkan banyak harapan kepada mereka,
sungguh mereka tidak bisa diharap memberikan ketulusan yang sepenuhnya kepada
orang-orang yang senantiasa berharap akan keberadaan dirinya. Dan merekapun
tidak bisa dan tidak boleh disalahkan atas tidak balancenya ketulusan
yang ia berikan kepada orang-orang sekitar mereka karena mereka punya dunia
sendiri sebagai ambisi yang lebih difokuskan dari pada hanya mengurusi terus
menerus orang-orang sekitar mereka dan hal itu dalam benak mereka sah-sah saja.
Tulisan ini
berusaha menunjukkan kepada teman-teman bahwa sebagian besar orang-orang
menaruh harapan besar terhadap mereka, menaruh harapan besar untuk menjadi
teman yang sekali lagi saya tegaskan sebagai tampat curahan hati, sebagai
tempat menaruhkan kepercayaan, sebagai tempat barbagi rasionalitas, sebagai
tempat menyamakan langkah pergerakan, sebagai tempat berbagi kenikmatan akan
suka dan dukanya kehidupan, dan sebagian besar orang-orang beranggapan bahwa
orang-orang seperti merekalah yang patut diharap, padahal tidak ada yang bisa
menjamin akan hal itu, berarti bukanlah mereka sejatinya orang-orang yang tulus
yang menjadi pencarian sebagian banyak orang.
Lantas seperti
apakah orang-orang yang sejatinya tulus tersebut?
Dalam pengamatan
terhadap pergerakan kehidupan manusia terdapat sosok seseorang yang luput dari
perhatian sebagian banyak orang, mereka adalah “orang yang biasa-biasa”
saja, meski ketulusan diberikan secara sungguh-sungguh dan kesetiaan untuk
berbagi selalu tersediakan dari mereka yang mencakup berbagai hal, berbagai
tempat dan berbagai waktu karena mereka mempunyai banyak kesempatan untuk
menjadi teman sebagai curahan hati dan lain sebagainya tetapi oleh sebagian
banyak orang mereka hampir dianggap tidak ada bahkan lebih parah mereka
dipandang sebelah mata oleh orang-orang lainnya dan hanya sedikit orang yang
menyadari akan eksistensi keberadaan mereka, orang yang dianggap tanpa
keistimewaan, orang yang dianggap tidak bisa apa-apa, orang yang dianggap
bagian manusia kelas bawah, orang yang terasingkan.
Sungguh mereka
orang-orang yang terlupakan, terbaikan, terhiraukan, padahal sesungguhnya
mereka dekat, jauh lebih dekat dibandingkan orang-orang termasyur lainnya,
tetapi kadang kala kehadiran mereka menjadi tabu bagi sebagian banyak orang. Mereka
sedih karena ketidakterangggapan dan ketidakhirauan selalu membalut penglihatan
dan pandangan orang-orang kepada mereka, diskriminasi batin selalu menghiasi
mereka dikala fokus pencarian sebagian banyak manusia akan sejatinya
orang-orang tulus sedang berproses pada setiap diri seseorang yang disaat itu
pula setiap orang memutilasi pandangan mereka terhadap orang-orang yang
biasa-biasa saja.
Dalam kaitannya
mengenai ketulusan, orang-orang yang biasa-biasa saja adalah orang sangat dekat dengan sesorang apabila
persahabatan telah melekat pada dirinya dan ketulusan yang dapat ia berikan
adalah ketulusan yang penuh karena memang tidak ada faktor lain yang menjadi
fokus perhatian orang-orang yang biasa-biasa tersebut, mereka dapat
selalu menemani karena mereka memang tidak so’ sibuk, mereka akan tetap
apa adanya tanpa dibalut oleh kepalsuan image diri, mereka akan ada pada
setiap untaian curahan hati, mereka akan ada jika sewaktu-waktu dibutuhkan,
mereka akan selalu jujur dalam memberi pendapat, mereka teman yang ada disaat
kebutuhan atas keinginan akan perbincangan, merekalah orang-orang yang
biasa-biasa saja tetapi oleh sebagian banyak orang berpikir bahwa mereka
adalah orang – orang yang tanpa keistimewaan padahal merekalah “orang yang
paling tulus”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar