Jumat, 23 September 2011

Proses Prosedural VS Proses Subtansial


Banjarmasin, 24 September 2011


Aku termasuk seorang yang menghargai suatu proses, tetapi aku tidak setuju  jikalau suatu hal yang subtansial ditolak hanya karena proses prosedural bukan karena proses subtansial.  

Dimasa aku bersekolah di SMKN 1 Tanah Grogot Kab. Paser Kaltim tepatnya sekitar bulan Nopember 2011 (kalau tidak salah), aku mengikuti pengembangan diri PMR disekolahku. Suatu hari kami merencanakan mengadakan perkemahan gabungan dengan SMKN 2 Tanah Grogot walaupun rencananya hanya sebatas bicara ringan dengan teman-teman SMKN 2 Tanah Grogot tetapi hal ini telah menjadi kesepakatan antara kami bahwa perkemahan tersebut akan kami usahakan bersama dalam pelaksanaannya, seiring dengan berjalannya waktu, kamipun antar PMR yang berbeda sekolah memulai rapat perdana hingga sampailah pada rapat gladi bersih persiapan perkemahan gabungan tersebut, kamipun asik dengan persiapan lapangan yang kami siapkan tetapi sesungguhnya kami lupa bahwa hal yang paling penting dalam mengadakan kegiatan yakni administrasi, sama sekali belum kami siapkan, kata teman-teman sih maklum... namanya saja baru belajar. Kami tahu bahwa  secara lisan kami memang mendapat izin dari pembina PMR di sekolahku tetapi secara administratif kami katakan akan menyusul, rapat persiapan perkemahanpun telah fix dari kedua SMKN tersebut walaupun dengan waktu yang berminggu-minggu sih. Dalam persiapan praperkemahan tersebut tentu administrasi harus dipersiapkan dengan lengkap, iyah... kini seluruh administrasi pendukung kegiatan perkemahan telah kami persiapkan dengan lengkap, saatnya seluruh surat maupun proposal ditandatangani oleh pihak Osis, Pembina PMR, dan Kepala Sekolah. 

Kamipun menemui pihak Osis, dan pembina PMR hingga kami dapati mereka beserta tanda tangan mereka untuk kelengkapan administrasi, tetapi ada satu kolom tanda tangan yang kosong yakni tanda tangan Kepala Sekolah SMKN 1 Tanah Grogot. Bagaimana yah... kegiatan lima hari lagi akan dilaksanakan sedangkan administrasi belum ditandatangani secara menyeluruh, memang sih kesalahan ada pada kami karena tidak mempersiapkan administrasi tersebut dari jauh-jauh hari tetapikan mau bagaimana lagi hal ini telah terjadi dan semua persiapan telah matang sepenuhnya ibarat sebuah pintu yang telah terbuka dan butuh satu langkah lagi untuk memasuki pintu tersebut, kata Bagian Tata Usaha (TU) sih, “Kepala Sekolah lagi diluar daerah kemungkinan dalam tempo seminggu beliau baru kembali tetapi tanda tangan Kepala Sekolah bisa Qo diwakilkan kepada Waka Kurikulum”. Dengan penuh harapan kamipun segera menemui Waka Kurikulum, tetapi yah...  kami dapat siraman rohani dari beliau karena baru mengajukan tanda tangan menjelang hari pelaksanaan, selain siraman rohani yang kami dapatkan, kami mendapat kritikan dari beliau menyangkut penulisan radaksi yang sedikit harus dibenarkan, beliau mengatakan perbaiki dahulu besok kesini lagi. Pada keesokan hari kami kembali menemui Waka Kurikulum dengan administrasi yang telah direvisi, berharap kami mendapat tanda tangan beliau, tetapi kembali beliau memberikan siraman rohani bahwa kolom tanda tangan pada segala administrasi yang diperlukan perlu ditambah satu kolom lagi yakni kolom tanda tangan Ketua PMR itu sendiri, huh... Bapak, kenapa tidak dari kemarin sekalian diberi tahunya, ini kegiatan sisa empat hari lagi, iyah..., kalau nanti suratnya dikirim tidak sangkut terlebuh dahulu di bagian TU terkait, bagaiman kalau nanti sangkut, kan juga memakan waktu yang tidak sebentar untuk sampai langsung ditangan tujuan surat itu ditujukan, pada keesokan harinya lagi kami menemui Waka Kurikulum dengan kembali penuh harap bahwa beliau  akan menandatangani berbagai surat yang kembali telah kami siapkan dan kami berharap bahwa kali ini tidak terulur lagi seperti hari-hari sebelumnya karena waktu pelaksanaan semakin hari semakin mendekat. Tetapi yah.... kali ini telah habis kesabaranku, betapa tidak kembali beliau menolak surat kami beliau hanya mengatakan, “Setahu saya SMKN 1 Tanah Grogot memiliki kop surat yang baru sedangkan ini kop surat yang lama, coba ganti kop suratnya dengan yang baru”. Dengan sinispun aku menatap mata Waka Kurikulum kemudian aku langsung keluar dari ruangan beliau dan merobek-robek berbagai administrasi yang ada, teman disampingku juga menggrutu dengan wajah kepasrahan.

Disini aku berpikir bahwa suatu proses memang harus ditempuh demi menjaga kualitas hasil yang peroleh, tetapi tidak bisa begitu saja memaksakan suatu proses jikalau secara realita sendiri tidak mendukung untuk keidealan proses tersebut, terkadang kebanyakan dari orang-orang lebih memfokuskan proses prosedural ketimbang proses subtansial, padahal kita tahu suatu aturan tidaklah bisa menjadi fleksibel jikalau tidak bisa menyesuaikan dengan realita yang ada, keadaan dan situasi implementasi menegakkan suatu proses tidak hanya bisa dilihat dari kelengkapan administrasi saja tetapi sesungguhnya yang lebih mendasar daripada itu yakni kesiapan aturan suatu proses terhadap realita dilapangan, lagi pula suatu aturan proses dibuat bertujuan untuk memudahkan dalam pelaksanaannya bukan untuk menyusahkan pelaksanaan itu sendiri.

Saya setuju bahwa sebuah lembaga yang baik ditunjukkan juga oleh administrasinya yang baik pula, namun pemahaman tersebut cenderung memunculkan sikap formalitas semata, tanpa memandang sisi yang paling mendasar yakni hal-hal subtansial yang mesti difokuskan sebelum menuju keranah administrasi yang juga cenderung hanya bersifat prosedural.

Memang benar saat ini kita harus menghargai suatu proses tetapi tetap diperhatikan kesiapan realita yang ada dalam menegakkan proses tersebut, yakni penegakan proses subtansial utamanya, dan penegakan proses prosedural pendukungnya.
By. Zhufi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar