Banjarmasin, 24 September 2011
Aku termasuk seorang yang
menghargai suatu proses, tetapi aku tidak setuju jikalau suatu hal yang subtansial ditolak
hanya karena proses prosedural bukan karena proses subtansial.
Dimasa aku bersekolah di SMKN 1
Tanah Grogot Kab. Paser Kaltim tepatnya sekitar bulan Nopember 2011 (kalau
tidak salah), aku mengikuti pengembangan diri PMR disekolahku. Suatu hari kami
merencanakan mengadakan perkemahan gabungan dengan SMKN 2 Tanah Grogot walaupun
rencananya hanya sebatas bicara ringan dengan teman-teman SMKN 2 Tanah Grogot
tetapi hal ini telah menjadi kesepakatan antara kami bahwa perkemahan tersebut
akan kami usahakan bersama dalam pelaksanaannya, seiring dengan berjalannya
waktu, kamipun antar PMR yang berbeda sekolah memulai rapat perdana hingga sampailah
pada rapat gladi bersih persiapan perkemahan gabungan tersebut, kamipun asik
dengan persiapan lapangan yang kami siapkan tetapi sesungguhnya kami lupa bahwa
hal yang paling penting dalam mengadakan kegiatan yakni administrasi, sama
sekali belum kami siapkan, kata teman-teman sih maklum... namanya saja baru
belajar. Kami tahu bahwa secara lisan
kami memang mendapat izin dari pembina PMR di sekolahku tetapi secara
administratif kami katakan akan menyusul, rapat persiapan perkemahanpun telah
fix dari kedua SMKN tersebut walaupun dengan waktu yang berminggu-minggu sih.
Dalam persiapan praperkemahan tersebut tentu administrasi harus dipersiapkan
dengan lengkap, iyah... kini seluruh administrasi pendukung kegiatan perkemahan
telah kami persiapkan dengan lengkap, saatnya seluruh surat maupun proposal
ditandatangani oleh pihak Osis, Pembina PMR, dan Kepala Sekolah.
Kamipun menemui pihak Osis, dan
pembina PMR hingga kami dapati mereka beserta tanda tangan mereka untuk
kelengkapan administrasi, tetapi ada satu kolom tanda tangan yang kosong yakni
tanda tangan Kepala Sekolah SMKN 1 Tanah Grogot. Bagaimana yah... kegiatan lima
hari lagi akan dilaksanakan sedangkan administrasi belum ditandatangani secara
menyeluruh, memang sih kesalahan ada pada kami karena tidak mempersiapkan
administrasi tersebut dari jauh-jauh hari tetapikan mau bagaimana lagi hal ini
telah terjadi dan semua persiapan telah matang sepenuhnya ibarat sebuah pintu
yang telah terbuka dan butuh satu langkah lagi untuk memasuki pintu tersebut,
kata Bagian Tata Usaha (TU) sih, “Kepala Sekolah lagi diluar daerah kemungkinan
dalam tempo seminggu beliau baru kembali tetapi tanda tangan Kepala Sekolah
bisa Qo diwakilkan kepada Waka Kurikulum”. Dengan penuh harapan kamipun segera
menemui Waka Kurikulum, tetapi yah... kami
dapat siraman rohani dari beliau karena baru mengajukan tanda tangan
menjelang hari pelaksanaan, selain siraman rohani yang kami dapatkan,
kami mendapat kritikan dari beliau menyangkut penulisan radaksi yang sedikit
harus dibenarkan, beliau mengatakan perbaiki dahulu besok kesini lagi. Pada
keesokan hari kami kembali menemui Waka Kurikulum dengan administrasi yang
telah direvisi, berharap kami mendapat tanda tangan beliau, tetapi kembali
beliau memberikan siraman rohani bahwa kolom tanda tangan pada segala
administrasi yang diperlukan perlu ditambah satu kolom lagi yakni kolom tanda
tangan Ketua PMR itu sendiri, huh... Bapak, kenapa tidak dari kemarin sekalian
diberi tahunya, ini kegiatan sisa empat hari lagi, iyah..., kalau nanti
suratnya dikirim tidak sangkut terlebuh dahulu di bagian TU terkait, bagaiman
kalau nanti sangkut, kan juga memakan waktu yang tidak sebentar untuk sampai
langsung ditangan tujuan surat itu ditujukan, pada keesokan harinya lagi kami
menemui Waka Kurikulum dengan kembali penuh harap bahwa beliau akan menandatangani berbagai surat yang kembali
telah kami siapkan dan kami berharap bahwa kali ini tidak terulur lagi seperti
hari-hari sebelumnya karena waktu pelaksanaan semakin hari semakin mendekat. Tetapi
yah.... kali ini telah habis kesabaranku, betapa tidak kembali beliau menolak
surat kami beliau hanya mengatakan, “Setahu saya SMKN 1 Tanah Grogot memiliki
kop surat yang baru sedangkan ini kop surat yang lama, coba ganti kop suratnya
dengan yang baru”. Dengan sinispun aku menatap mata Waka Kurikulum kemudian aku
langsung keluar dari ruangan beliau dan merobek-robek berbagai administrasi
yang ada, teman disampingku juga menggrutu dengan wajah kepasrahan.
Disini aku berpikir bahwa suatu
proses memang harus ditempuh demi menjaga kualitas hasil yang peroleh, tetapi
tidak bisa begitu saja memaksakan suatu proses jikalau secara realita sendiri
tidak mendukung untuk keidealan proses tersebut, terkadang kebanyakan dari
orang-orang lebih memfokuskan proses prosedural ketimbang proses subtansial,
padahal kita tahu suatu aturan tidaklah bisa menjadi fleksibel jikalau tidak
bisa menyesuaikan dengan realita yang ada, keadaan dan situasi implementasi
menegakkan suatu proses tidak hanya bisa dilihat dari kelengkapan administrasi
saja tetapi sesungguhnya yang lebih mendasar daripada itu yakni kesiapan aturan
suatu proses terhadap realita dilapangan, lagi pula suatu aturan proses dibuat bertujuan
untuk memudahkan dalam pelaksanaannya bukan untuk menyusahkan pelaksanaan itu
sendiri.
Saya setuju bahwa sebuah lembaga yang baik ditunjukkan juga oleh
administrasinya yang baik pula, namun pemahaman tersebut cenderung memunculkan sikap
formalitas semata, tanpa memandang sisi yang paling mendasar yakni hal-hal subtansial
yang mesti difokuskan sebelum menuju keranah administrasi yang juga cenderung hanya
bersifat prosedural.
Memang benar saat ini kita harus menghargai suatu proses tetapi tetap
diperhatikan kesiapan realita yang ada dalam menegakkan proses tersebut, yakni penegakan
proses subtansial utamanya, dan penegakan proses prosedural pendukungnya.
By. Zhufi