Adalah pendapat umum bahwa pancasila merupakan ideologi yang terbaik yang dimiliki Indonesia karena bersifat statis dan bersifat dinamis dan oleh sebab itu pula pancasila selalu dipegang teguh dan menjadi rujukan sejak orde lama, orde baru, hingga reformasi. Pancasila bersifat statis artinya pancasila tidak bisa berubah dan tidak bisa diubah-ubah karena diklaim memiliki kedudukan yang universal sedangkan pancasila bersifat dinamis artinya pancasila memiliki aturan-aturan yang bersandar padanya seperti UUD 1945, UU, Perpres, Perda dan lainnya yang dapat selalu berubah-ubah untuk menyesuaikan dengan jaman tetapi tetap pada ruang lingkup pancasila itu sendiri. Secara tekstual, pancasila memang diagung-agungkan tetapi mari kita perhatikan kawan-kawan bagaimana realitas sesungguhnya akan penerapan pancasila itu sendiri dalam kepemimpinan di Indonesia, apakah pancasila dapat menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, dan masih layakkah pancasila menjadi ideologi bangsa Indonesia?
Masih layakkah pancasila menjadi acuan kepemimpinan di Indonesia? |
Sejak berubahnya sila kesatu yakni “kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan
yang Maha Esa”. Secara otomatis bangsa Indonesia tidaklah bersandar pada
ketetapan hukum langit yang absolutly yang jelas segala sistem pokoknya
oleh ketetapan langit, tetapi dengan berubahnya sila kesatu tersebut bangsa
Indonesia hanya bersandar pada sistem-sistem ketetapan manusia, dan dengan ini
pula Indonesia bebas menerapkan berbagai sistem di Indonesia, baik sistem
hukum, ekonomi maupun pemerintahan yang berdasar pada ketetapan-ketetapan
olahan manusia pula. Sebagai manusia yang tidak pernah luput dari salah dan
khilaf, pantaslah segala sistem di Indonesia banyak luput dan banyak pula salah
yang tidak kurun khilaf terhadap rakyat Indonesia karena segala sistem yang
dimainkan tidak memiliki standar keuniversalan dan keabsolutan.
Maka pantaslah dalam perjalanan kepemimpinan di
Indonesia, rakyat Indonesia banyak dirugikan oleh sikap kepemimpinan yang
menerapkan pancasila dari masa kemasa. Mari kita perhatikan kerugian rakyat
Indonesia dalam perjalanan kepemimpinan yang beracuan pancasila dari orde lama,
orde baru hingga reformasi.
Dapat kita lihat pada masa orde lama penerapan
pancasila tidak sesuai dengan nilai pancasila sendiri, lihat saja sila kesatu Ketuhanan
Yang Maha Esa yang pada masa orde lama terdapat program khusus Nasakom
(Nasional, Agama, dan Komunis) menggeliat dipertahankan oleh pemerintah
Soekarno padahal Komunis sendiri telah
melanggar dari sila kesatu dan karena hal itu maka meledaklah peristiwa
G30S/PKI pada tahun 1965 yang juga menjadi pemicu akan tumbangnya orde lama.
Perhatikan pula penerapan pancasila pada orde baru yang melanggar sila keempat
yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
yang dalam hal ini segala permusyawaratan selalu dipengaruhi oleh kekuasaan
orde baru begitu pula pada rakyat Indonesia, segala bentuk perkumpulan yang
menyuarakan pendapat selalu dibungkamkan, hal ini terlihat sebagai
ketidakdemokratisan diberbagai aspek maka pantaslah orde baru juga ditumbangkan
oleh mahasiswa pada bulan mei 1998. Dan
perhatikan pula penerapan nilai-nilai pancasila pada era reformasi
sekarang, pada sila kelima yakni keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi tidak berarti menghadapi
berbagai kasus mafia hukum, berbagai kasus korupsi yang bergerak secara
desentral, yang terdapat diberbagai seluk beluk pemerintah pusat maupun daerah,
kasian rakyat jelata yang tidak mengerti apa-apa selalu dipermainkan secara
tidak adil.
Atas segala kekacauan penerapan pancasila tersebut
bukanlah nilai-nilai pancasila yang mesti dipersalahkan disaat kegagalan
kepemimpinan dalam menerapkan pancasila itu sendiri, tetapi yang patut
dipersalahkan ialah pemimpin yang menjalankan segala kebijakan karena keluar
dari koridor dan ruang lingkup pancasila, tetapi hal tersebut bagi pancasila
maklum saja terjadi karena ya... itu tadi segala sistem-sistem di Indonesia
merupakan karya manusia yang tidak teruji keabsahannya. Dan dari pancasila itu
sendiri memang tidak terdapat sistem yang mampu mengarahkan segala
penyelewengan penerapan pancasila mengarah pada penerapan pancasila yang benar
dan jawaban pelarian atas problematika ini yakni ”dikembalikan kepada
individu masing-masing terhadap kesadarannya”, sekarang saya akan bertanya,”sekiranya
kalau ada seseorang yang tidak sadar akan perbuatannya apakah menunggu hingga
ia sadar dulu ataukah perlu disadarkan?, jawaban logis dari pertanyaan ini
yakni seorang tersebut mesti disadarkan karena kalau menunggu ia sadar mau
sampai kapan hingga ia sadar mungkin keburu habis semua ia lahap baru ia sadar
itupun kalau juga ia sadar dan kebanyakan yang kita temui ia malah lari tanpa
kesadaran.
Seperti itulah pancasila, ia tidak mampu
mengarahkan penerapan pokok yang sesuai dengan koridor pancasila itu sendiri,
kenapa? Karena pancasila hanya berisi nilai-nilai to’ tidak ada selain
hanya sebuah nilai yang sama halnya dengan nilai jangan buang sampah
sembarangan dan apakah orang-orang akan membuang sampah sembarangan atau
membuang sampah pada tempatnya,nilai tersebut hanya diam tertempel begitu saja,
entah salah atau baik ulah manusia nilai tersebut hanya mengandalkan kesadaran
masing-masing manusia, dan seperti yang saya katakan sebelumnya atas manusia
yang tidak kunjung sadar apakah ingin menunggu dan terus menunggu hingga
manusia tersebut sadar, sampai kapan!
UUD 1945, UU, Perpres, Perda dan lainnya berpacu
kepada pancasila dan para aparat birokratlah yang menegakkan
peraturan-peraturan tersebut tetapi jika para aparat birokrat tidak menjalankan
sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut yang sama persis dengan keadaan
aparat birokrat saat ini di Indonesia berarti sama halnya membersihkan kotoran
dengan sapu yang kotor ya tambah kotor ya kan, dan atas kejadian itu
semua pancasila hanya terdiam menatap hal tersebut dan memaklumkan itu terjadi
karena sebuah nilai hanya bisa mengandalkan kesadaran masing-masing oknum.
Perlu adanya sistem yang komplek disini, baik
sistem asas, ideologi, hukum, ekonomi, pemerintahan, hingga sistem yang mampu
mengangkat manusia baik manusia sebagai
manusia individualis, manusia sebagai manusia sosialis, maupun manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tidak cukup hanya sebatas nilai tetapi perlu
adanya pedoman pokok yang mutlak yang bersifat ideal tetapi tetap memandang
realita yang ada yang memang keabsahannya terbukti dan terjamin sepanjang jaman
sehingga dalam menajalankan sistem tersebut bersifat fleksibel terhadap setiap
keadaan dan setiap jaman.
Taqiudin An Nhabani mengatakan didunia hanya terdapat tiga
ideologi yang memiliki serangkaian sistem yang komplek yakni Islam,
Kapitalisme, dan Komunisme. Jadi jelas pancasila bukan bagian yang termasuk
memiliki sistem yang komplek tersebut, tetapi bukan berarti tiga sistem
tersebut yang sempurna yang mewadahi rakyat didalamnya, setidaknya sistem
mereka komplek dan saling keterikatan antara sistem satu dengan sistem lainnya.
Walaupun terdapat banyak sekali spekulasi berupa kritikan dan ocehan mengenai
tiga sistem komplek tersebut, seperti yang pernah dituliskan oleh Alexander
Solzhenitsyn yang mengkritik kebobrokan sistem Komunisme dan Kapitalisme
sehingga ia dikeluarkan dari kewarganegaraannya oleh penguasa Uni Soviet kala
itu yakni Kremlin. Sedangkan Islam, merupakan agama langit yang
menawarkan suatu sistem komplek yang berada dinaungan Khilafah Islamiyah yang dibawakan oleh seorang Rosul kepada
dunia dengan misi rahmatan lil alamin, banyak pula yang meragukan Khilafah
Islamiyah seperti ini tetapi tidak sedikit pula yang memiliki integritas
untuk mempertahankan sistem samawi ini.
Tetapi yang jelas pancasila tidak memberikan
jawaban atas segala problematika yang terjadi di Indonesia dari masa kemasa
yakni masa orde baru, orde lama dan reformasi sekarang ini. Setiap permasalahan
menjadi semakin bermasalah walau tidak sedikit yang terselesaikan tetapi begitu
banyak masalah yang disapu dengan masalah sehingga Indonesia saat ini komplek
akan tumpang tindih masalah. Sudah enampuluh tahun lebih pancasila menjadi
ideologi Indonesia tetapi kenapa Indonesia masih seperti ini? keadaan justru
semakin parah, kemiskinan, penjajahan pemikiran, apatis, dehumanisasi,
demoralisasi, korupsi, kolusi, nepotisme, mafia hukum, politikus tikus, dan
masih banyak lagi, kenapa ini masih saja terjadi? Tidakkah kawan-kawan garang memandang realita
seperti ini, pemandangan terus menerus selama enampuluh tahun lebih, apa yang
salah? Sehingga pantaslah eksistensi ini perlu dipertanyakan ”masih layakkah
pancasila menjadi acuan kepemimpinan di Indonesia?”